Halaman

Senin, 15 Februari 2010

Perencanaan Tata Kota Di Indonesia

PERENCANAAN TATA KOTA

Perencanaan adalah suatu aktivitas universal manusia, suatu keahlian dasar dalam kehidupan yang berkaitan dengan pertimbangan suatu hasil sebelum diadakan pemilihan di antara berbagai alternatif yang ada.

Kota adalah sistem dari beragam sarana fisik dan non fisik yang diadakan oleh dan untuk warga masyarakat, serta untuk merangsang dan memfasilitasi aktivitas, serta kreativitas warga, dalam mewujudkan cita-cita politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan lingkungan hidupnya.


Perencanaan kota memiliki aspek yang berbeda dengan perencanaan lainnya, yaitu:

1. Perencanaan kota terutama berkaitan erat dengan masalah-masalah kemasyarakatan yang di dalamnya tercakup sekelompok besar klien yang mempunyai kepentingan berbeda-beda.

2. Perencanaan kota merupakan aktifitas yang benar-benar direncanakan dengan

matang yang biasanya ditangani oleh orang-orang yang terlatih secara profesional sebagai perencana.

3. Tujuan dan sasarannya, serta pranata-pranata untuk mencapainya sering tidak pasti.

4. Para perencana kota menggunakan berbagai macam alat bantu dan metode-metode khusus untuk menganalisis dan menyajikan berbagai alternatif.

5. Hasil dari hampir semua aktifitas perencanaan hanya dapat dilihat setelah 5 samapai 20 tahun setelah keputusan diambil, sehingga menyulitkan umpan balik dan tindakan perbaikan.


Perencanaan kota menurut Per Mendagri No.1 Th 2008 (perubahan atas Per. Mendagri No. 2 Th 1987 Pasal 1) yaitu:

Memutuskan: Peraturan Menteri dalam Negeri tentang Pedoman Perencanaan Kawasan Perkotaan sebagai berikut:


BAB 1

KETENTUAN UMUM


Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :

1. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

2. Kawasan perkotaan baru adalah kawasan perdesaan yang direncanakan dan dibangun menjadi kawasan perkotaan.

3. Kawasan strategis kabupaten/kota adalah wilayah diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.

4. Perencanaan kawasan perkotaan adalah penyusunan rencana pengelolaan kawasan

perkotaan yang dapat mengintegrasikan rencana tata ruang dengan rencana pembanguhan daerah guna pengembangan kawasan perkotaan yang lebih baik.

5. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah yang selanjutnya disingkat RPJPD adalah dokumen perencanaan untuk periode 20 (dua puluh) tahun yang memuat visi misi dan arah pembangunan daerah yang mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

6. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya disingkat RPJMD adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun yang memuat arah kebijakan pembangunan daerah, arah kebijakan keuangan daerah dengan mempertimbangkan kerangka pendanaan, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program SKPD, lintas SKPD, dan program prioritas kewilayahan, disertai dengan rencana kerja.

7. Rencana Kerja Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat RKPD adalah dokumen perencanaan untuk periode 1 (satu) tahun merupakan penjabaran dari RPJMD yang memuat rancangan kerangka ekonomi daerah dengan mempertimbangkan kerangka pendanaan yang dimutakhirkan, program prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaan serta prakiraan maju, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat dengan mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah.

8. Satuan Kerja Perangkat Daerah selanjutnya disingkat SKPD, adalah perangkat daerah yang melaksanakan penyelenggaraan urusan pemerintahan sesuai dengan wewenang, tugas pokok dan fungsi yang ditetapkan Kepala Daerah.

9. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.

10. Rencana rinci tata ruang adalah penjabaran dari Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten/kota.

11. Pemanfaatan lahan, adalah penggunaan tanah untuk aktivitas/kegiatan orang atau

badan hukum yang dapat ditunjukkan secara nyata.

12. Perubahan pemanfaatan lahan adalah pemanfaatan baru atas tanah, yang tidak sesuai dengan yang ditentukan dalam rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.

13. Reklamasi pantai adalah kegiatan penimbunan dan pengeringan bagian perairan laut ditepi pantai untuk dimanfaatkan sebagai kawasan budidaya.

14. Peranserta masyarakat adalah kegiatan masyarakat yang timbul atas prakarsa

sendiri dalam penyelenggaraan pengelolaan dan penataan-ruang kawasan perkotaan.

15. Peremajaan kawasan perkotaan adalah penataan kembali area terbangun bagian

kawasan perkotaan yang mengalami degradasi kualitas lingkungan, degradasi fungsi kawasan, dan/atau penyesuaian bagian kawasan perkotaan terhadap rencana pembangunan kawasan perkotaan.


BAB II

KRITERIA, BENTUK, DAN DASAR PERENCANAAN


Pasal 2

Kriteria kawasan perkotaan meliputi:

a. memiliki karakteristik kegiatan utama budidaya bukan pertanian atau mata pencaharian penduduknya terutama di bidang industri, perdagangan, dan jasa; dan

b. memiliki karakteristik sebagai pemusatan dan distribusi pelayanan barang dan jasa didukung prasarana dan sarana termasuk pergantian moda transportasi dengan pelayanan skala kabupaten atau beberapa kecamatan.


Pasal 3

Bentuk kawasan perkotaan berupa :

a. kota sebagai daerah otonom;

b. bagian daerah kabupaten yang memiliki ciri perkotaan; atau

c. bagian dari dua atau lebih daerah kabupaten yang berbatasan langsung dan memiliki ciri perkotaan.


Pasal 4

Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 memiliki nama, batas

wilayah, dan fungsi.


Pasal 5

(1) Nama, batas wilayah dan fungsi kawasan perkotaan yang berada di dalam wilayah

kabupaten ditetapkan dalam peraturan daerah kabupaten.

(2) Nama, batas wilayah dan fungsi kawasan perkotaan yang merupakan bagian dari dua atau lebih daerah kabupaten sebelum ditetapkan dengan peraturan daerah masing-masing kabupaten terlebih dahulu mendapat persetujuan gubernur.

(3) Penentuan nama, batas dan fungsi kawasan perkotaan didasarkan pada:

a. hasil penelitian kebutuhan ruang bagi pengembangan kegiatan dan pelayanan perkotaan; dan

b. kesatuan sistem wilayah pengembangan kawasan perkotaan dengan batas unit administrasi pemerintah terkecil.


Pasal 6

(1) Perencanaan kawasan perkotaan mempertimbangkan:

a. aspek idiologi, politik, sosial, ekonomi, budaya, lingkungan, teknologi, dan pertahanan dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b. pendekatan pengembangan wilayah terpadu;

c. peran dan fungsi kawasan perkotaan;

d. keterkaitan antar kawasan perkotaan dan antara kawasan perkotaan dengan kawasan perdesaan;

e. keterpaduan antara lingkungan buatan dengan daya dukung lingkungan alami; dan

f. pemenuhan kebutuhan penduduk kawasan perkotaan.

(2) Perencanaan kawasan perkotaan dilaksanakan secara terintegrasi antara matra ruang, program dan kegiatan.


Pasal 7

(1) Rencana kawasan perkotaan tertuang dalam dokumen RPJPD, Rencana Tata Ruang, RPJMD, dan RKPD kabupaten/kota.

(2) Rencana kawasan perkotaan Daerah Khusus Ibukpta Jakarl£ tertuang dalam ; dokumen RPJPD, Rencana Tata Ruang, RPJMD, dan RKPD provinsi.


BAB III

RENCANA KAWASAN PERKOTAAN

Bagian Kesatu

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah


Pasal 8

(1) Arah pembangunan kawasan perkotaan yang tertuang dalam RPJPD memuat:

a. peningkatan kesejahteraan masyarakat perkotaan;

b. pemenuhan standar pelayanan perkotaan; dan

c. keterkaitan fungsi antar kawasan perkotaan.

(2) Arah pembangunan kawasan perkotaan yang berada di dua atau lebih kabupaten

dituangkan dalam masing-masing RPJPD kabupaten yang bersangkutan.



Pasal 9

Arah pembangunan kawasan perkotaan yang tertuang dalam RPJPD menjadi acuan penyusunan rencana tata ruang dan pedoman penyusunan RPJMD.


Bagian Kedua

Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan


Pasal 10

(1) Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Otonom tertuang dalam RTRW kota,

Rencana Detail Tata Ruang, dan Rencana Teknik Ruang.

(2) Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan yang berada di kabupaten tertuang dalam Rencana Detail Tata Ruang dan Rencana Teknik Ruang.



Pasal 11

(1) Rencana Detail Tata Ruang sebagaimana dimaksud. dalam Pasal 10, dijadikan

pedoman untuk:

a. pengaturan tata guna tanah (Land Regulation);

b. penerbitan surat keterangan pemanfaatan ruang;

c. penerbitan Advise Planning;

d. penerbitan izin prinsip pembangunan;

e. penerbitan izin lokasi;

f. pengaturan teknis bangunan;

g. penyusunan rencana teknik ruang kawasan perkotaan; dan

h. penyusunan rencana tata bangunan dan lingkungan.

(2) Rencana Teknik Ruangsebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dijadikan pedoman

untuk:

a. penerbitan izin mendirikan bangunan;

b. penertiban letak, ukuran bangunan gedung dan bukan gedung; dan

c. penyusunan rancang bangun bangunan gedung dan bukan gedung.


Bagian Ketiga

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah


Pasal 12

(1) Kebijakan, strategi, program dan kegiatan kawasan perkotaan tertuang dalam RPJMD kabupaten/kota.

(2) Kebijakan, strategi, program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berada di dua atau lebih kabupaten dituangkan dalam masing-masing RPJMD kabupaten/kota bersangkutan.


Pasal 13

Kebijakan, strategi, program, dan kegiatan setiap kawasan perkotaan di wilayah kabupaten tertuang dalam Renstra SKPD dan disusun menjadi satu dokumen perencanaan

pembangunan kawasan perkotaan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.


Bagian Keempat

Rencana Kerja Pemerintah Daerah


Pasal 14

(1) RKPD kabupaten memuat program kewilayahan untuk masing-masing kawasan perkotaan.

(2) Program kewilayahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan diintegrasikan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.

(3) Program kawasan perkotaan yang berada di dua atau lebih kabupaten dituangkan dalam RKPD masing-masing kabupaten.


Pasal 15

Penyusunan program kewilayahan kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) mengacu pada RDTR, RPJMD kabupaten/kdt.a, dan dokumen

perencanaan pembangunan kawasan perkotaan.


BAB IV

PENGEMBANGAN KAWASAN PERKOTAAN


Bagian Kesatu

Perencanaan Kawasan Perkotaan Baru


Pasal 16

Perencanaan kawasan perkotaan baru diprioritaskan untuk:

a. memecahkan permasalahan kepadatan penduduk akibat urbanisasi;

b. menyediakan ruang baru bagi kebutuhan industri, perdagangan dan jasa;

dan

c. menyediakan ruang bagi kepentingan pengembangan wilayah di masa depan.


Pasal 17

Persyaratan penetapan lokasi perencanaan kawasan perkotaan baru meliputi:

a. sesuai dengan sistem pusat permukiman perkotaan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Provinsi, dan Kabupaten;

b. termuat dalam RPJMD;

c. memiliki daya dukung lingkungan yang memungkinkan untuk pengembangan fungsi perkotaan dan bukan kawasan yang rawan bencana alam;

d. terletak di atas tanah yang bukan merupakan kawasan pertanian beririgasi teknis maupun yang direncanakan beririgasi teknis;

e. memiliki kemudahan untuk penyediaan prasarana dan sarana perkotaan;

f. tidak mengakibatkan terjadinya pembangunan yang tidak terkendali. dengan kawasan perkotaan disekitarnya;

g. mendorong aktivitas ekonomi, sesuai dengan fungsi dan perannya; dan

h. mempunyai luas kawasan budi daya paling sedikit 400 hektar dan merupakan satu kesatuan kawasan yang bulat dan utuh, atau satu kesatuan wilayah perencanaan perkotaan dalam satu daerah kabupaten.


Pasal 18

(1) Lokasi rencana kawasan perkotaan baru dapat diprakarsai oleh pihak, swasta dan/atau pemerintah daerah.

(2) Lokasi yang direncanakan menjadi kawasan perkotaan baru diusulkan kepada bupati.

(3) Pengajuan usulan lokasi rencana kawasan perkotaan baru sebagaimana dimaksud ayat (1) dilampiri:

a. hasil studi kelayakan;

b. rencana induk pembangunan perkotaan baru; dan

c. rencana pembebasan lahan.

(4) Rencana lokasi kawasan perkotaan baru yang berada di dua atau lebih kabupaten yang berbatasan langsung ditetapkan dalam Peraturan. Daerah Kabupaten masing-masing.

(5) Penetapan lokasi kawasan perkotaan baru terlebih dahulu mendapat persetujuan gubernur.


Pasal 19

(1) Rencana pembangunan kawasan perkotaan baru ditetapkan oleh kepala daerah dan dapat dibentuk Badan Pengelola Pembangunan Kawasan Perkotaan Baru.

(2) Kawasan perkotaan baru yang berlokasi pada bagian dari dua atau lebih kabupaten yang berbatasan langsung dilakukan atas dasar kerjasama antar daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Pelaksanaan kerjasama antar daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibentuk Badan Pengelola Pembangunan Kawasan Perkotaan Baru.? yang bertanggung jawab kepada masing-masing bupati.

(4) Masa tugas Badan Pengelola Pembangunan Kawasan Perkotaan Baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) sesuai dengan jangka waktu rencana pelaksanaan pembangunan kawasan perkotaan baru.

(5) Keanggotaan Badan Pengelola Pembangunan Kawasan Perkotaan Baru terdiri atas unsur Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, masyarakat setempat, dan unsur pengembang.

(6) Struktur Organisasi, tugas dan tata kerja Badan Pengelola Pembangunan Kawasan Perkotaan Baru ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

(7) Keanggotaan, struktur organisasi, tugas dan tata kerja Badan Pengelola Pembangunan kawasan perkotaan baru yang berlokasi di dua atau lebih daerah Kabupaten yang berbatasan langsung diatur dengan Keputusan Bersama Bupati.


Pasal 20

(1) Badan Pengelola Pembangunan Kawasan Perkotaan Baru melaporkan pelaksanaan tugasnya secara berkala dan atau sewaktu-waktu jika diperlukan kepada bupati dan terbuka bagi masyarakat.

(2) Bupati melaksanakan evaluasi, pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pembangunan kawasan perkotaan baru.


Bagian Kedua

Peremajaan Kawasan Perkotaan


Pasal 21

(1) Pemerintah daerah dapat melakukan peremajaan bagian kawasan perkotaan.

(2) Peremajaan bagian kawasan perkotaan sebagaimana difrvafcsud pada ayat (1) dapat dilakukan sepanjang tertuang dalam RPJMD dan RDTR

(3) Peremajaan bagian kawasan perkotaan yang belum memiliki RDTR dan/atau tidak termuat dalam RPJMD terlebih dahulu memperoleh persetujuan DPRD.


Pasal 22

(1) Peremajaan bagian kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21

bertujuan untuk:

a. perbaikan dan perlindungan lingkungan;

b. peningkatan kehidupan masyarakat setempat; dan

c. pemenuhan standar pelayanan perkotaan.

(2) Peremajaan bagian kawasan perkotaan tidak diperkenankan :

a. menghilangkan nilai-nilai sejarah bangunan, arsitektur dan budaya; dan

b. merugikan kepentingan masyarakat setempat.


Pasal 23

(1) Dokumen rencana peremajaan bagian kawasan perkotaan disusun oleh Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah kabupaten/kota berdasarkan hasil studi kelayakan.

(2) Dokumen rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat antara lain:

a. latar belakang;

b. tujuan dan sasaran;

c. lokasi kegiatan;

d. metodologi peremajaan;

e. pengorganisasian;

f. jadwal pelaksanaan;

g. pendanaan.

(3) Dokumen rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota.

(4) Rencana peremajaan bagian kawasan perkotaan yang berada di dua atau lebih

kabupaten disusun secara bersama oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota masing-masing.


Bagian Ketiga

Reklamasi Pantai


Pasal 24

Rencana reklamasi pantai termuat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten/kota.


Pasal 25

Rencana reklamasi pantai sebelum dituangkan kedalam RTRW kabupaten/kota terlebih dahulu meminta persetujuan dari Menteri Dalam Negeri.


Pasal 26

Gubernur mengajukan usulan rencana reklamasi pantai kepada Menteri Dalam Negeri berdasarkan permohonan bupati/walikota dengan melampirkan:

a. hasil studi kelayakan;

b. Kajian Lingkungan Strategis (KLS);

c. rencana pemanfaatan;

d. rekomendasi gubernur dan DPRD provinsi; dan

e. persetujuan bupati/walikota dan DPRD kabupaten/kota.


Pasal 27

(1) Penyelenggaraan reklamasi pantai wajib memperhatikan kepentingan lingkungan, pelabuhan, kawasan pantai berhutan bakau, nelayan, dan fungsi-fungsi lain yang ada dikawasan pantai serta keberlangsungan ekosistem pantai sekitarnya.

(2) Bahan material untuk reklamasi pantai, diambil dari lokasi yang memenuhi persyaratan teknis dan lingkungan.


Pasal 28

(1) Bupati/Walikota bertanggungjawab dalam pelaksanaan reklamasi pantai.

(2) Gubernur bertanggungjawab dalam pelaksanaan reklamasi pantai untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

(3) Gubernur melaksanakan pembinaan, pengawasan dan mengkoordinasikan penyelenggaraan reklamasi pantai di wilayahnya.

(4) Menteri mengkoordinasikan dan memfasilitasi pengendalian umum peteksanaan reklamasi pantai di tingkat nasional.

(5) Menteri teknis terkait bertanggungjawab untuk memberikan fasilitasi, supervisi dan pengendalian teknis di tingkat nasional.


Bagian Keempat

Perubahan Pemanfaatan Lahan


Pasal 29

Perubahan pemanfaatan lahan dapat dilakukan dengan berazaskan keterbukaan, persamaan, keadilan, pelestarian lingkungan dan perlindungan hukum.


Pasal 30

Perubahan pemanfaatan lahan mengacu pada RDTR kabupaten/kota dengan tetap

memperhatikan keberlangsungan fungsi kawasan, daya dukung dan kesesuaian lahan

secara terpadu.


Pasal 31

(1) Perubahan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan RDTR hanya dapat

dilakukan dengan pertimbangan keselarasan kebutuhan lahan untuk kegiatan ekonomi dengan keberlangsungan lingkungan.

(2) Pertimbangan keselarasan kebutuhan lahan sebagaimana dimaksud'pada ayat (1) berdasarkan pertimbangan teknis, pola insentif dan disinsentif yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah.


Pasal 32

(1) Rencana perubahan pemanfaatan lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dapat diusulkan oleh pihak swasta, masyarakat dan dinas/lembaga kepada instansi yang berwenang di daerah.

(2) Instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan kajian dan mengkoordinasikan dalam forum Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah.

(3) Bupati/Walikota dapat membentuk tim khusus derigan beranggotakan instansi terkait beserta anggota DPRD, berdasarkan hasil analisis Badan Koordinasi, Penataan Ruang Daerah untuk melakukan kajian teknis terhadap kelayakari rencana perubahan pemanfaatan lahan.

(4) Hasil kajian teknis dari tim khusus dan analisis Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah menjadi dasar pertimbangan persetujuan bupati/walikota perubahan pemanfaatan lahan.

(5) Rencana perubahan pemanfaatan lahan ditetapkan dengan Peraturan Daerah kabupaten/kota.



BAB V

PERAN SERTA MASYARAKAT


Pasal 33

(1) Dalam penyusunan rencana, pelaksanaan, pengelolaan dan perigawasan

perencanaan kawasan perkotaan, mengikutsertakan masyarakat.

(2) Pengikutsertaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

diselenggarakah melalui suatu forum masyarkaat perkotafan atau bentuk. lain yang sesuai dengan karakteristik masyarakat setempat.


Pasal 34

(1) Forum masyarakat perkotaan atau bentuk lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) beranggotakan unsur pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat perkotaan setempat.

(2) Forum masyarakat perkotaan atau bentuk lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berperan serta dalam perumusan kebijakan dan strategi rencana kota.

(3) Forum masyarakat perkotaan atau bentuk lain sebagaimana dimaksud dimaksud pada ayat (1) dapat menyelenggarakan:

a. pertemuan secara periodik sebagai sarana bermiisyawarah anggota forum;

b. fasilitasi pengembangan dan peningkatan kemampuan wadah-wadah peran masyarakat;

c. fasilitasi kegiatan peran serta masyarakat melalui dialog, tukar pendapat, jajak pendapat, dan dengar pendapat;

d. penyebaran informasi mengenai kegiatan pemerintahan dan pengelolaan kawasan perkotaan kepada masyarakat;

e. inventarisasi dan tindak lanjut usulan oleh masyarakat;

f. fasilitasi keterlibatan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan

pembiayaan untuk pemeliharaan prasarana lingkungan di tingkat lingkungan warga;

g. pemberian masukan untuk peningkatan standar peteyanan minimal bagi masyarakat setempat dan penataan ruang kawasan perkotaan kepada pengelola kawasan perkotaan; dan

h. pengusulan kebijakan-kebijakan lain yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan perkotaan.


BAB VI

KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 35

Rencana kota yang telah disahkan tetap berlaku, sampai saat dilaksanakan evaluasi lima tahun pertama sejak ditetapkannya Peraturan Menteri ini.


BAB VII

KETENTUAN PENUTUP


Pasal 36

Pada saat berlakunya Peraturan Menteri ini, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 tahun 1996 tentang Pedoman Perubahan Pemanfaatan Lahan Perkotaan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 37

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 -1 -2008


Tahun 2008 berdasarkan Per. Mendagri Bab. III Bagian kedua Pasal 10, di kembangkan menjadi beberapa rencana Kota, yaitu:

  1. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota.
  2. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
  3. Rencana Teknik Ruang (RTR).

Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan yang berada di Kabupaten tertuang dalam:

  1. Rencana Detail Tata Ruang.
  2. Rencana Teknik ruang


Adapun peran dan fungsi sistem perkotaan, antara lain:

  1. Mewujudkan integrasi spasial.
  2. Memungkinkan adanya diferensiasi dan spesialisasi.
  3. Memungkinkan terjadinya aglomerasi kota.
  4. Memfasilitasi dan menyalurkan perubahan-perubahan dari satu simpul ke simpul lainnya dalam sistem.

Sedangkan, peraturan dan kebijakan yang dapat diambil agar terjadi suatu sistem perkotaan yang berhasil, yaitu:

1. Kawasan-kawasan strategis ditetapkan sebagai kawasan tertentu, sehingga perlu adanya penataan ruang yang khusus untuk kawasan tertentu yang dikoordinasikan oleh pemerintah pusat

2. Mendorong peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan dan perdesaan secara sinergis

3. Meningkatkan percepatan pembangunan kota-kota kecil-menengah, terutama di luar Pulau Jawa

4. Mengoperasionalisasikan rencana tata ruang sesuai hirarki perencanaan sebagai acuan sinkronisasi pembangunan

5. Terwujudnya keseimbangan pertumbuhan pembangunan antar kota-kota metropolitan, besar, menengah, dan kecil secara hirarkis dalam suatu ‘sistem pembangunan perkotaan nasional

6. Mendorong kerjasama antar daerah, dan mengurangi kesenjangan antarwilayah.


Tujuan Penyusunan Rencana Tata Ruang menurut Buyung Azhari adalah:

1. Terselenggaranya pemanfaatan ruang yang berwawasan lingkungan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional;

2. Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya;

3. Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk

4. mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur, dan sejahtera;

· mewujudkan keterpaduan dalam penggunaaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia;

· meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia;

· mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan (contoh yang paling sering kita alami adalah banjir, erosi dan sedimentasi); dan

· mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan


Daftar Pustaka

Catanese, Anthony J & James C. Snyder. 1989. Perencanaan Kota, Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.

Catur, Elkana. 2008. “Sistem Kota dan Pembangunan,” dalam SlideShare http://www.slideshare.net/

Nurmandi, Ahmad. 2006. Manajemen Perkotaan. Aktor, Organisasi, Pengelolaan Daerah Perkotaan dan Metropolitan di Indonesia. Yogyakarta: Sinergi Publishing.

Siahaan, Eddy Ihut. 2002. “Filosofi Perencanaan Pembangunan Kota Sesuai Paradigma Baru Di Indonesia: Hakikat Ilmu Untuk Pemberdayaan Dan Peningkatan Peran Serta Masyarakat” dalam Cyber News http://www.indopos.co.id/

Sunardi. 2004. “Reformasi Perencanaan Tata Ruang Kota,” dalam Cyber News http://www.detikforum.com


http://depdagri.go.id


http://kasihdalamkata.blogspot.com