Halaman

Sabtu, 30 April 2011

Pembangkit listrik tenaga nuklir

Krisis energi diperkirakan akan terjadi saat tahun 2030. Bila hal ini terjadi maka bencana besar akan terjadi pada kehidupan manusia di bumi ini. Temuan energi nuklir tampaknya jadi pilihan utama untuk mengantisipasi masalah itu. 

Salah satu petanda kecenderungan krisis energi adalah terjadi pemadaman bergilir terus terjadi. Hingga saat ini Indonesia masih menghadapi krisis energi. Setiap tahun pasokan energi listrik tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. 

Populasi penduduk Indonesia mengalami pertumbuhan tinggi, yaitu masih di atas 1 persen per tahunnya. Sedangkan pertumbuhan ekonominya bisa meningkat antara 5 persen-6 persen. Pertumbuhan populasi masyarakat modern, perkembangan ekonomi dan teknologi akan membutuhkan energi lebih banyak. 

Berdasarkan hasil studi untuk tahun 2025 di Indonesia setelah dihitung batu bara, gas, dan sumber lain, kebutuhan energi listrik akan meningkat tahun 2000 sebanyak 29 gigawatt, tahun 2025 akan meningkat 100 gigawatt. 

Sekarang kebutuhan energi sebesar 29 gigawatt dan 20 tahun mendatang kebutuhannya menjadi 100 gigawatt. Artinya, kebutuhan energi meningkat tiga kali lipat. Peningkatan ini tentunya berpengaruh pada sumber energinya. Saat ini saja cukup mungkin batu baradan gas masih cukup. Tetapi minyak bumi Indonesia telah menjadi importir minyak bumi. 

Krisis energi Tahun 2025-2030 

Beberapa ahli memprediksi situasi energi di Indonesia pasca 2030 sangat memprihatinkan. Saat itu Indonesia sudah menjadi negara pengimpor energi.
Pasca 2030 Indonesia diperkirakan sudah menjadi negara pengimpor energi karena produksi energi Indonesia yang sudah tak mampu lagi memenuhi konsumsi dalam negeri.Pasca 2030 batubara akan menjadi sumber energi utama bagi Indonesia dengan tingkat produksi batubara mencapai sedikitnya 517 juta ton per tahun. Cadangan batubara Indonesia hanya akan mencukupi hingga 20 tahun kemudian (sampai 2050). 

Sementara itu, minyak bumi pasca 2030 akan mengalami defisit mencapai 650 juta setara barel minyak yang hanya ditutupi oleh impor, sedangkan untuk LPG, Indonesia juga diprediksi akan mengimpor hingga 70 persen dari kebutuhannya yang mencapai 10 juta ton. 

Berbagai permasalahan kelistrikan di Indonesia, mulai dari produksi listrik hingga pada infrastruktur pembangkit listrik. Pada 2030 nanti Indonesia menghasilkan listrik hingga mencapai 687 Twh atau tumbuh 7,3 persen dari produksi 2009 yang mencapai 157 Twh dimana batubara akan menjadi bahan baku utama yang dominan sebagai pembangkit listrik dengan pangsa 45 persen. 

Dengan digunakannya batubara secara dominan, total emisi CO2 pada 2030 menjadi cukup tinggi, diperkirakan mencapai 1,2 miliar ton, di mana batubara menyumbang emisi CO2 hingga 844 juta ton atau 67 persen dari total energi pada 2030. Energi alternatif yang sangat berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai listrik adalah panas bumi yang akan naik secara signifikan dengan pangsa sekitar 13 persen (16 GW) meski 85 persennya berada di Jawa-Bali dan pembangkit listrik berbasis sampah rumah tangga (biomassa) yang pangsanya 0,2 persen. 

Masalah lain yang dihadapi Indonesia adalah produksi minyak bumi kita cenderung menurun sehingga Indonesia sudah menjadi negara pengimpor minyak terutama untuk memenuhi kebutuhan transportasi. Harga minyak bumi untuk pembangkit listrik sangat mahal dan cenderung naik. Bahkan setiap saat itu bisa meroket karena cadangan Indonesia dan dunia terus berkurang. Minyak bumi Indonesia diperkirakan akan habis sebelum 2025. 

Munculnya kelangkaan serta tiadanya jaminan ketersediaan pasokan minyak dan gas (Migas) di negeri sendiri, merupakan kenyataan paradoks dari sebuah negeri yang kaya sumber energi. Hal ini antara lain disebabkan tingginya ketimpangan antara produksi dan konsumsi energi nasional. Berdasarkan laporan Kementrian ESDM tahun 2009, rata-rata produksi minyak bumi dan kondensat sebesar 963.269 barel per hari (bph). Sedangkan laporan BP Migas, produksi minyak secara nasional pada tahun 2010 hanya naik pada kisaran 965.000 bph. Artinya terdapat angka kenaikan hanya 1.731 bph. Sementara kebutuhan konsumsi energi nasional sekitar 1.400.000 bph. Artinya terdapat selisih cukup tajam antara tingkat produksi yang ideal dengan kebutuhan. Selain itu, pesatnya pembangunan di bidang teknologi, industri, dan informasi memicu peningkatan kebutuhan masyarakat akan energi.
Ketimpangan antara tingkat produksi dan konsumsi energi tersebut mengakibatkan krisis energi skala nasional. Salah satunya adalah Krisis Listrik. Kenaikan Tarif Dasar Listrik beberapa saat lalu yang tidak diimbangi dengan kualitas pelayanan publik, secara tidak langsung menyebabkan merosotnya pertumbuhan perekonomian nasional secara makro (di bawah 6% yang ditarget Pemerintah). PLN selaku operator listrik selalu beralasan bahwa, padamnya listrik diakibatkan tersendatnya pasokan bahan bakar ke pembangkit listrik PLN. Terhambat karena gangguan cuaca, karena stok bahan bakar habis, konsumsi listrik pelanggan begitu tinggi hingga melampau kapasitas cadangan PLN, dan lain-lain. 

Kementerian ESDM berusaha memperlambat laju penurunan produksi minyak bumi pada 2011 dari 12% menjadi 3% dengan optimalisasi lapangan yang ada dan pengembangan lapangan baru. Indonesia masih beruntung memiliki sumber energi lain, yaitu gas dan batu bara. Cadangan batu bara saat ini sebesar 19,3 miliar ton dengan target produksi 2010 adalah 320 juta ton. Apabila produksi batu bara stabil dan cadangan baru batu bara lapisan dalam sulit diambil, umur produksi batu bara hanya 60,3 tahun.
Umur produksi gas alam juga tidak jauh dari batu bara, yaitu 59 tahun berdasarkan status 2008 mencapai 170 tscf (trillion standard cubic feed – satuan volume gas) dan produksi per tahun mencapai 2,87 tscf. Meskipun ditemukan cadangan baru, produksi puncak minyak bumi dan gas tidak bisa ditingkatkan setelah 2010. Bahkan kecenderungannya akan menurun sampai habis. Bila produksi batu bara ditingkatkan untuk menggantikan sumber energi minyak bumi dan gas, puncak produksi diperkirakan terjadi sebelum 2040. Kemudian produksi akan menurun 6%-10% per tahun sampai habis pada 2080. 

Energi nuklir dan energi terbarukan 

Upaya penelitian, pengembangan, dan demonstrasi (PPD) energi nuklir dan energi terbarukan (ET) harus jadi perhatian dan dikembangkan. Pasalnya pada masa mendatang diperlukan pembangkit listrik ET dalam jumlah besar sehingga strategi PPD perlu segera dipastikan untuk mengatasi masalah ketersediaan energi listrik nasional dalam mendukung usaha peningkatan perekonomian nasional. Polemik energi nuklir memerlukan waktu yang panjang untuk diselesaikan sehingga target operasi PLTN bisa diundur sampai 2025-2030. PPD energi terbarukan perlu segera direalisasikan terutama sumber energi geotermal, matahari, dan bayu. Target kebutuhan kapasitas energi listrik 2025 akan lebih mudah dipenuhi daripada 2050.
Meskipun sumber energi geotermal, matahari, dan bayu dikembangkan secara maskimal, total kapasitas ketiga energi tersebut ditambah sumber energi air dan energi hanya bisa mencapai sekitar 80 Gwe. Padahal estimasi terbaik sumber energi batu bara dan gas hanya sekitar 80 Gwe. Artinya hampir sama sehingga total kapasitas menjadi 160 Gwe pada 2050. Estimasi terbaik ini belum bisa memenuhi estimasi terburuk permintaan kapasitas energi listrik nasional sehingga diperlukan sumber energi nuklir sebesar paling tidak 40 Gwe. Kebutuhan kapasitas PLTN total 40 Gwe sulit direalisasikan selama polemik energi nuklir belum selesai. Bangsa ini memerlukan gotong royong semua energi yang dimiliki, untuk mewujudkan peningkatan perekonomian nasinal secara terus-menerus, paling tidak sampai 2050 

Indonesia Butuh Tenaga Nuklir 

Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) menilai pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia sudah mendesak untuk mengatasi kekurangan energi pada 2025. Guna mengatasi kekhawatiran risiko buruk terhadap lingkungan, akan dibangun PLTN dengan teknologi pressurized water reactor (PWR). Namun sejumlah aktivis lingkungan telah mengungkapkan penolakan terhadap rencana pembangunan PLTN. Padahal PLTN yang dibangun bukanlah yang pertama kali. Indonesia telah memiliki tiga reaktor atau PLTN, yaitu di Bandung, Yogyakarta, dan Serpong. Bahkan di reaktor Bandung yang menghasilkan energi 9 megawatt, telah dibangun sejak 1964. 

Pembangkit listrik tenaga nuklir 

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) adalah stasiun pembangkit listrik thermal di mana panas yang dihasilkan diperoleh dari satu atau lebih reaktor nuklir pembangkit listrik. PLTN termasuk dalam pembangkit daya base load, yang dapat bekerja dengan baik ketika daya keluarannya konstan (meskipun boiling water reactor dapat turun hingga setengah dayanya ketika malam hari). Daya yang dibangkitkan per unit pembangkit berkisar dari 40 MWe hingga 1000 MWe. Unit baru yang sedang dibangun pada tahun 2005 mempunyai daya 600-1200 MWe. 

Sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir. Reaktor nuklir di kungkung dalam containment building silindris. Hingga tahun 2005 terdapat 443 PLTN berlisensi di dunia, dengan 441 diantaranya beroperasi di 31 negara yang berbeda. Keseluruhan reaktor tersebut menyuplai 17% daya listrik dunia. 

Riwayat Sejarah Penemuan PLTN 

Reaktor nuklir yang pertama kali membangkitkan listrik adalah stasiun pembangkit percobaan EBR-I pada 20 Desember 1951 di dekat Arco, Idaho, Amerika Serikat. Pada 27 Juni 1954, PLTN pertama dunia yang menghasilkan listrik untuk jaringan listrik (power grid) mulai beroperasi di Obninsk, Uni Soviet. PLTN skala komersil pertama adalah Calder Hall di Inggris yang dibuka pada 17 Oktober 1956 

Jenis-jenis PLTN 

PLTN dikelompokkan berdasarkan jenis reaktor yang digunakan. Tetapi ada juga PLTN yang menerapkan unit-unit independen, dan hal ini bisa menggunakan jenis reaktor yang berbeda. Sebagai tambahan, beberapa jenis reaktor berikut ini, di masa depan diharapkan mempunyai sistem keamanan pasif. 

Reaktor Fisi 

Reaktor daya fisi membangkitkan panas melalui reaksi fisi nuklir dari isotop fissil uranium dan plutonium. 

Selanjutnya reaktor daya fissi dikelompokkan lagi menjadi: 
Reaktor thermal menggunakan moderator neutron untuk melambatkan atau me-moderate neutron sehingga mereka dapat menghasilkan reaksi fissi selanjutnya. Neutron yang dihasilkan dari reaksi fissi mempunyai energi yang tinggi atau dalam keadaan cepat, dan harus diturunkan energinya atau dilambatkan (dibuat thermal) oleh moderator sehingga dapat menjamin kelangsungan reaksi berantai. Hal ini berkaitan dengan jenis bahan bakar yang digunakan reaktor thermal yang lebih memilih neutron lambat ketimbang neutron cepat untuk melakukan reaksi fissi. 
Reaktor cepat menjaga kesinambungan reaksi berantai tanpa memerlukan moderator neutron. Karena reaktor cepat menggunkan jenis bahan bakar yang berbeda dengan reaktor thermal, neutron yang dihasilkan di reaktor cepat tidak perlu dilambatkan guna menjamin reaksi fissi tetap berlangsung. Boleh dikatakan, bahwa reaktor thermal menggunakan neutron thermal dan reaktor cepat menggunakan neutron cepat dalam proses reaksi fissi masing-masing. 
Reaktor subkritis menggunakan sumber neutron luar ketimbang menggunakan reaksi berantai untuk menghasilkan reaksi fissi. Hingga 2004 hal ini hanya berupa konsep teori saja, dan tidak ada purwarupa yang diusulkan atau dibangun untuk menghasilkan listrik, meskipun beberapa laboratorium mendemonstrasikan dan beberapa uji kelayakan sudah dilaksanakan. 

Reaktor thermal 
Light water reactor (LWR) 
Boiling water reactor (BWR) 
Pressurized water reactor (PWR) 
SSTAR, a sealed, reaktor untuk jaringan kecil, mirip PWR 

Moderator Grafit: 
Magnox 
Advanced gas-cooled reactor (AGR) 
High temperature gas cooled reactor (HTGR) 
RBMK 
Pebble bed reactor (PBMR) 
Moderator Air berat: 
SGHWR
CANDU 

Reaktor cepat 

Meski reaktor nuklir generasi awal berjenis reaktor cepat, tetapi perkembangan reaktor nuklir jenis ini kalah dibandingkan dengan reaktor thermal. Keuntungan reaktor cepat diantaranya adalah siklus bahan bakar nuklir yang dimilikinya dapat menggunakan semua uranium yang terdapat dalam urainum alam, dan juga dapat mentransmutasikan radioisotop yang tergantung di dalam limbahnya menjadi material luruh cepat. Dengan alasan ini, sebenarnya reaktor cepat secara inheren lebih menjamin kelangsungan ketersedian energi ketimbang reaktor thermal. Lihat juga reaktor fast breeder. Karena sebagian besar reaktor cepat digunakan untuk menghasilkan plutonium, maka reaktor jenis ini terkait erat dengan proliferasi nuklir. 

Lebih dari 20 purwarupa (prototype) reaktor cepat sudah dibangun di Amerika Serikat, Inggris, Uni Sovyet, Perancis, Jerman, Jepang, India, dan hingga 2004 1 unit reaktor sedang dibangun di China. 

Berikut beberapa reaktor cepat di dunia: 
EBR-I, 0.2 MWe, AS, 1951-1964. 
Dounreay Fast Reactor, 14 MWe, Inggris, 1958-1977. 
Enrico Fermi Nuclear Generating Station Unit 1, 94 MWe, AS, 1963-1972. 
EBR-II, 20 MWe, AS, 1963-1994. 
Phénix, 250 MWe, Perancis, 1973-sekarang. 
BN-350, 150 MWe plus desalination, USSR/Kazakhstan, 1973-2000. 
Prototype Fast Reactor, 250 MWe, Inggris, 1974-1994. 
BN-600, 600 MWe, USSR/Russia, 1980-sekarang. 
Superphénix, 1200 MWe, Perancis, 1985-1996. 
FBTR, 13.2 MWe, India, 1985-sekarang. 
Monju, 300 MWe, Jepang, 1994-sekarang. 
PFBR, 500 MWe, India, 1998-sekarang. 

(Daya listrik yang ditampilkan adalah daya listrik maksimum, tanggal yang ditampilkan adalah tanggal ketika reaktor mencapai kritis pertama kali, dan ketika reaktor kritis untuk teakhir kali bila reaktor tersebut sudah di dekomisi (decommissioned). 

Reaktor Fusi 

Fusi nuklir menawarkan kemungkinan pelepasan energi yang besar dengan hanya sedikit limbah radioaktif yang dihasilkan serta dengan tingkat keamanan yang lebih baik. Namun demikian, saat ini masih terdapat kendal-kendala bidang keilmuan, teknik dan ekonomi yang menghambat penggunaan energi fusi guna pembangkitan listrik. Hal ini masih menjadi bidang penelitian aktif dengan skala besar seperti dapat dilihat di JET, ITER, dan Z machine. 

Keuntungan dan kekurangan 

Keuntungan PLTN dibandingkan dengan pembangkit daya utama lainnya adalah: 
Tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca (selama operasi normal) – gas rumah kaca hanya dikeluarkan ketika Generator Diesel Darurat dinyalakan dan hanya sedikit menghasilkan gas) 
Tidak mencemari udara – tidak menghasilkan gas-gas berbahaya sepert karbon monoksida, sulfur dioksida, aerosol, mercury, nitrogen oksida, partikulate atau asap fotokimia 
Sedikit menghasilkan limbah padat (selama operasi normal) 
Biaya bahan bakar rendah – hanya sedikit bahan bakar yang diperlukan 
Ketersedian bahan bakar yang melimpah – sekali lagi, karena sangat sedikit bahan bakar yang diperlukan 
Baterai nuklir – (lihat SSTAR) 
Berikut ini berberapa hal yang menjadi kekurangan PLTN: 
Risiko kecelakaan nuklir – kecelakaan nuklir terbesar adalah kecelakaan Chernobyl (yang tidak mempunyai containment building) 
Limbah nuklir – limbah radioaktif tingkat tinggi yang dihasilkan dapat bertahan hingga ribuan tahun 

PLTN 

PLTN harus segara direalisasikan pada 2025An berdasarkan kajian kebutuhan energi bagi masyarakat. Jika melihat komposisi energi untuk 20-25 tahun mendatang maka harus diantisipasi menghadapi kebutuhan energi. 

Sangat mendesak dilakukan pemberdayaan sumber-sumber energi nuklir. Itu pun mulai bisa dirasakan hasilnya baru 2015. Jika rencana PLTN berjalan maka pada 2025 baru menyumbang 5 persen dari 100 gigawatt. Bahkan, dunia telah menggunakan sumber listrik nuklir 20 persen. Gas malahan hanya 15-16 persen. 

Untuk menjawab kekhawatiran masyarakat dapat dilakukan dengan pemilihan teknologi yang tingkat keselamatannya tinggi. Tipe reaktor yang rencananya digunakan adalah PWR yang telah diterapkan di Amerika Serikat, Jepang, Korea, serta China. Sebenarnya ada tipe lain, yaitu BWR (boiling water reactor) dan PHWR (pressurize heavy water reactor). Fakta nyata menunjukkan pengoperasian sejak tahun 1950, di beberapa negara maju seperti Jepang, Amerika, dan Korea, serta Eropa tingkat keamanan sangat tinggi dan tidak ada kecelakaan fatal. 

Dari sisi limbah, rencana pembangunan reaktor nuklir telah menjadi alasan penolakan kalangan yang tidak setuju. Kajian ilmiah telah banuyak dilakukan oleh para ahli untuk mengamati penerapan dari sejak dioperasikan di reaktor sampai pengelolaan. Saat ini terdapat teknologi yang meningkatkan pembakaran, sehingga dengan tingkat pembakaran lebih besar hasil limbah nuklirnya kecil. 

Dengan asumsi 1.000 megawatt dari reaktor yang dioperasikan selama 40 tahun, limbahnya itu hanya sebesar lapangan tenis. Penampungan limbah itu bentuknya seperti kolam berupa dried cell atau sel-sel penyimpanan kering. Selama 40 tahun tak perlu mengolah limbah. Bahkan Amerika telah menggunakan penyimpanan limbah lestari. Limbah itu disimpan di bawah lorong sedalam 500 m, yang dapat menyimpan limbah 100-200 tahun.

Sumber :  wikipedia dan berbagai sumber lainnya

0 komentar:

Posting Komentar